PENGANTAR
Globalisasi di segala bidang membuat dunia ini semakin kecil. Sebelum teknologi komunikasi dan informasi berkembang canggih seperti sekarang, jarak menjadi kendala seseorang untuk menjalin komunikasi dengan orang lain. Dunia seolah-olah tersekat oleh batas-batas negara, berita-berita yang terjadi di suatu negara hanya dapat dinikmati oleh masyarakat di negara tersebut, baik melalui media cetak maupun elektronik (TV dan radio).
Seiring dengan berkembangnya peradaban manusia itu sendiri dan tuntutan masyarakat terhadap kebutuhan mereka, maka perubahan diberbagai bidang baik secara evolusiner maupun revolusioner tak dapat dihindari. Akibatnya seperti sekarang, kini semua telah berubah.Teknologi informasi dan komunikasi yang berhasil dikembangkan oleh pakar teknologi di negara-negara maju seperti Jepang, Amerika Serikat, Inggris dan Perancis memudahkan masyarakat untuk mengakses segala informasi yang mereka perlukan melalui internet, serta berhubungan dengan sahabat, keluarga atau teman yang jaraknya jauh melalui komunikasi mengunakan media telepon kabel, handphone atau melalui e-mail menggunakan media internet.
Inilah fenomena yang terjadi dalam masyarakat kita sakarang. Teknologi komunikasi dan Informasi yang canggih nampaknya menjadi agama baru mereka. Mereka rela berjam-jam mengakses informasi melalui internet, menjelejahi dunia maya yang sebelumnya tidak mereka bayangkan. Orang semakin mudah menikmati hiburan, maupun peristiwa yang terjadi di negara lain melalui televisi. Masyarakat akan semakin sadar informasi bahkan menganggap informasi sebagai kebutuhan pokok (basic need). Gagap informasi,
khususnya dikalangan akademisi, cendekiawan kampus, maupun mahasiswa dianggap merupakan hal yang memalukan dan tidak lazim.
Dalam konteks transformasi informasi di tanah air, menunjukkan bahwa kompetisi media massa semakin kompetitif. Inilah dampak globalisasi informasi dan teknologi tersebut. Gejala ini muncul sejak rezim Soeharto tumbang oleh gerakan mahasiswa pada 21 Mei 1998 lalu.
KEBEBASAN MEMPEROLEH INFORMASI
Dalam konstitusi kita, setiap warga negara dijamin kebebasannya untuk berserikat, berkumpul, mengeluarkan pendapat secara lesan maupun tulisan. Dalam pasal 19 Declaration of Human Rights (Freedom of communication, Freedom of information) tahun 1949 yang dikeluarkan PBB juga disebutkan bahwa kebebasan untuk mengeluarkan pendapat dan memperoleh informasi merupakan Hak Asasi Manusia (HAM).
Tidak ada seorangpun yang mampu menghalangi atau melarang seseorang/lembaga untuk berbicara dan mendapatkan informasi. Termasuk negara (state) juga tak punya hak untuk melarangnya. Meski demikian, ada saja pihak –pihak yang sengaja secara sistematis berusaha membungkam masyarakat agar mereka tuli (sengaja ditulikan) oleh informasi yang disajikan pers. ‘Peperangan’ antara pihak-pihak yang tidak menginginkan kebebasan bersuara dengan pihak-pihak yang menginginkan kebebasan nampaknya akan terus abadi hingga akhir jaman.
Apa yang disampaikan oleh Sekjen PBB Kofi Annan menguatkan sinyalemen terhadap pihak-pihak yang ingin membungkam kebebasan bersuara ini. Berikut kutipan pernyataan Kofi Annan dalam seminar bertema “The Media and Government in Search of Solutions” yang diselenggarakan pada 23 –24 Maret di Jakarta.
“Akan selalu ada pihak-pihak yang mempertanyakan nilai kebebasan berbicara di dalam masyarakat mereka sendiri. Yakni mereka yang memberikan alasan bahwa kebebasan berbicara itu akan mengganggu stabilitas dan membahayakan kemajuan. Mereka yang menganggap kebebasan berbicara sebagai bahaya dari luar dan bukannnya suatu pengungkapan setiap orang untuk mendapatkan kemerdekaan.
Yang selalu jelas tampak dalam argumen di atas ini adalah bahwa anggapan tersebut tidak pernah dianut oleh rakyat itu sendiri. Melainkan oleh pemerintahan dan sekali lagi saya tekankan oleh pemerintahan, tidak pernah alasan itu dikemukakan oleh mereka yang lemah melainkan oleh merka yang berkuasa. Tidak pernah disuarakan oleh mereka yang tidak pernah bersuara tetapi oleh mereka yang suara lantangnya bisa didengar.
Sebaiknya kita akhiri perdebatan ini untuk selama-lamanya atas satu-satunya ujian yang sudah terbukti yakni pilihan bagi setiap orang untuk mengetahui lebih banyak atau lebih sedikit, untuk didengar atau didiamkan saja. Untuk berdiri tegar atau untuk bertekuk lutut.” (Media dan Pemerintah : Mencari Jalan Keluar, 1999, Kantor Perwakilan Unesco Jakarta)
BERBURU INFORMASI YANG BENAR
Menjadi tugas setiap wartawan maupun pers mahasiswa untuk mencari berita yang benar. Berita yang benar adalah informasi yang sesuai dengan realitas yang terjadi. Tidak direkayasa atau dimanipulasi untuk kepentingan lembaga pers itu sendiri, wartawan, nara sumber atau pihak-pihak tertentu. Menyajikan berita yang penuh rekayasa jauh dari kebenaran berarti membohongi masyarakat.
Jika hal buruk ini dilakukan oleh insan pers yang sering dianggap sebagai agen perubahan, maka mereka ikut berdosa melakukan pembodohan terhadap masyarakat. Ingatlah bahwa pers merupakan sub sistem dari sistem kemasyarakat, pers tidak bisa hidup sendiri tanpa masyarakat. Ada sebuah pendapat menarik bahwa pers merupakan potret masyarakat. Jika pers buruk, membohongi masyarakat maka realitasnya yang terjadi dalam masyarakat akan demikian juga. Sebaliknya jika masyarakat baik maka pers pun juga akan baik.
Kebenaran (truth) hendaknya dijadikan pedoman bagi pelaku pers nasional maupun pers mahasiswa untuk mencari berita dan menyajikan berita yang benar. Meskipun dalam realitasnya banyak pelaku pers yang memperjualbelikan kebenaran berita dengan imbalan materi. Memang hal ini tak dapat dihindari karena orientasi pers telah berubah dari pers perjuangan yang memperjuangkan idelalismenya untuk kemerdekaan negara menjadi pers industri. Idealisme pers menjadi luntur karena yang diperjuangkan bukan semata-mata kepentingan rakyat namun kepentingan pemilik modal, kepentingan diri sendiri dan sumber-sumber berita yang suka melakukan konspirasi dengan wartawan untuk memanipulasi kebenaran.
Berita yang benar juga diartikan sebagai berita yang obyektif, tidak memihak. Dalam penulisan berita dikenal istilah cover both side artinyanya penulisan berita berimbang (obyektif) denga mengakomodasi kedua belah pihak yang terlibat dalam berita (peristiwa) itu. Memang sulit untuk menyajikan berita yang benar, obyektif dan cover both side, karena memerlukan banyak waktu dan energi. Misalnya, sulit menghubungi sumber berita dari pihak tergugat (dalam kasus hukum) atau pihak yang disinyalir/diduga melakukan kesalahan. Tapi itulah harga mahal yang harus ditebus oleh setiap insan pers jika ingin menyajikan berita yang benar kepada masyarakatnya.
Salah satu fungsi pers adalah mendidik masyarakat. Agar masyarakatnya pandai, rakyar cerdas, kritis maka berita yang disajikan juga harus bersifat mendidik, tidak membohongi. Didiklah rakyat dengan berita yang benar dan informasi yang benar.
Sudah banyak kasus yang dialami oleh wartawan dalam menegakkan kebenaran ini, misalnya Udin (wartawan Bernas) dianiaya hingga mengakibatkan kematiannya karena menulis berita yang kritis di Bantul (Kasus Penyunatan Dana IDT, Kasus Bupati 1 Milyar dan Rencana Pembuatan Kawasan Wisata ‘elit’ di Pantai Parangtritis), Di Aceh, Ibrahim Ahmad wartawan Serambi Indonesia pada 29 Juli 2000 dianiaya oleh seorang anggota Brimob saat meliput pemulangan 5.214 pengungsi Kecamatan Cok Girek (Aceh), di Jambi, Nurdin wartawan Serambi Indonesia dan Nawawi, juru kamera RCTI j pada 6 Mei 2000 jadi korban kekerasan polisi saat meliput aksi 500 mahasiswa yang menamakan Komite Mahasiswa Anti Kekerasan. Di Jakarta pada 15 Februari 2001, Yayus Yuswopriyanto wartawan foto detik.com dipukuli polisi dari Polsek Menteng saat meliput aksi demonstrasi sekitar 100 orang yang tergabung dalam kelompok Perjuangan Kedaulatan Rakyat dan Kesatuan di depan gedung perwakilan PBB, Jalan Tamrin. (Sumber : 100 Serangan Terhadap Wartawan, 2000 The Southeast Asian Press Aliance- Jakarta)
BAGAIMANA CARA MEMBURU SUMBER BERITA
Sebelum memburu berita, ada beberapa hal yang perlu ditanamkan kepada para jurnalis, pertama punya daya kritis yang tinggi, kedua belajarlah untuk menajamkan daya ingat anda, gairahkan inisiatif anda dan jadilah anjing penjaga (watcdog) yang baik. Jurnalis perlu memiliki sikap tidak mudah menyerah, jangan mudah percaya dengan omongan orang lain tetapi buktikan dan ujilah omongan itu. Sikap suka melakukan check and rechecking adalah sikap yang baik yang perlu dipertahankan. Jika anda belum yakin tentang suatu kebenaran berita maka jangan ragu-ragu untuk melakukan rechecking terhadap berita atau masalah itu.
Daya ingat yang tajam akan memperkecil anda melakukan kesalahan dalam menuliskan kutipan omongan nara sumber, atau melakuka follow-up terhadap suatu masalah. Inisitif yang kering akan terasa menjemukan, pembaca suka dengan hal-hal yang baru, berita yang ditulis dengan gaya penulisan yang baku terasa kering. Cobalah dengan menggunakan gaya penulisan yang baru, tidak menggurui, mendikte atau mereka-reka. Pers mengemban fungsi sebagai kontrol sosial yang sering diterjemahkan dengan istilah watchdog (anjing penjaga). Artinya sebagai lembaga kontrol sosial maka, suarakan berita-berita yang obyektif dan kritis. Kritis dan obyektif tidak berarti selalu membela pada penguasa atau rakyat, tetapi menuliskan realitas sosial secara obyektif dan korektif.
Sumber berita atau nara sumber adalah orang/lembaga/institusi yang menjadi sumber informasi atau sasaran pemberitaan reporter. Atau setidaknya dia terlibat di dalam mata rantai pemberitaan. Berita tanpa sumber, tidak bisa dipertanggungwabkan kebenarannya. Dan bisa jadi belum bisa disebut berita, karena informasi yang tidak jelas lebih dikenal dengan desas-desus, isu atau kabar burung. Untuk menjelaskan bahwa informasi itu reporter/jurnalis mencari sumber berita.
Jurnalis lazimnya menyamakan sumber berita dengan orang/instansi/lembaga yang lerlibat atau menjadi sasaran pemberitaan. Sebuah berita pastilah ada sumbernya. Perhatikan lberita yang dimuat di Harian Kompas, edisi Rabu 18 April 2001.
Operasi Preman Dianggarkan Rp 12 Milyar
Jakarta, Kompas
Memasuki hari kedua operasi pemberantasan preman di Jakarta, Selasa (17/4), belum ada langkah konkret, baik konsep maupun pelaksanaannya. Bahkan Pemerintah Daerah (Pemda) DKI Jakarta melalui Pusat Pengendalian Ketegangan Sosial (Pusdalgangos) DKI dan Tim Gabungan Opreasi Preman tidak mampu menyajikan hasil operasi preman yang diusulkan berbiaya Rp 12 Milyar.
“Sampai siang ini belum ada laporan dari Pusdalgangos mengenai hasil operasi kemarin (Senin),” kata Kepala Biro Humas Pemda DKI, Muhayat, Selasa siang.
Kepala Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya Irjen (Pol) Mulyono Sulaiman juga mengatakan, pihak kepolisian belum melakukan penangkapan preman pada pekan ini. …
Mencermati berita di atas, siapa sumber beritanya? Dari potongan berita itu, sumber berita jelas yakni Kepala Biro Humas Pemda DKI, Muhayat dan Kapolda Metro Jaya Irjen (Pol) Mulyono Sulaiman.
Yang menarik bukan membahas sumber berita di atas tetapi, bagaimana cara memburu sumber berita sehingga sukses dan berita yang kita tulis menjadi lebih lengkap dan komprehensif?
Sebelum memburu sumber berita, tentukan dulu angle berita yang hendak anda tulis, bikin catatan kecil (seperti TOR liputan) untuk menentukan materi wawancara, item-item yang hendak ditanyakan, siapa sumber berita yang tepat untuk diwawancarai, tempat sumber berita biasa ada dan siapa cadangan jika sumber berita yang inti gagal diwawancarai.
Catatan kecil semacam TOR liputan ini sangat membantu jurnalis saat turun ke lapangan mengejar berita. Kenapa penting? Karena memudahkan pekerjaan jurnalis. Ia tidak bingung mencari atau menemui sumber berita, tidak gugup saat wawancara dengan sumber berita karena tidak menyiapkan bahan wawancara dan mempermudah menuliskan berita karena sudah menyiapkan angle (sudut penulisan berita).
Jika langkah ini anda abaikan anda akan semakin kesulitan untuk mencari sumber berita yang tepat untuk bahan berita anda.
Ada baiknya anda mengenali dulu sumber berita yang hendak anda wawancarai. Jangan sampai saat sumber berita itu di depan anda, anda cuek karena tidak tahu bahwa itu sumber berita yang hendak anda cari. Jika ini terjadi akan memalukan dan anda di cap wartawan yang kuper karena memang kurang pergaulan. Jika hal buruk ini anda teruskan, jangan harap menjadi wartawan yang handal dan punya karier jurnalistik yang bagus. Atau mendingan anda ke luar dari profesi anda karena tidak cocok anda berada pada lingkungan jurnalis yang seharusnya bekerja profesional.
Jika anda terpaksa tidak bisa menemui sumber berita secara langsung, karena mungkin sumber berita yang anda buru tidak punya waktu untuk anda wawancarai. Kalau terpaksa terjadi seperti itu, buatlah janji wawancara dengan dia melalui telpon atau datang langsung. Tepat dengan janji yang anda buat, karena begitu anda terlambat atau tidak datang anda tidak akan dipercaya lagi oleh sumber berita. Sekali lagi susunlah pertanyaan yang hendak anda ajukan kepada sumber berita, pelajari lagi dan kondisikan anda menguasai bahan yang hendak anda tanyakan. Kalau tidak tahu atau kurang paham dengan penjelasan sumber berita, jangan segan bertanya. Ini agar saat anda menuliskan berita, tidak salah persepsi. Persiapkan peralatan wawancara seperti tape recorder, baterai, kaset rekam, pulpen dan buku catatan.
Jika anda telah mengenal sumber berita anda, bangunlah hubungan personal dengan baik, namun jangan terlalu dekat. Ingat jika terlalu dekat dengan sumber berita jika ada masalah yang menyangkut sumber berita anda atau lembaga sumber tersebut, anda tidak bisa menuliskan berita secara kritis.
Jangan mudah putus asa jika gagal menemui sumber berita. Bersemangatlah, misalnya jika sumber berita tidak punya waktu wawancara, cobalah merayu dengan bahasa yang baik. “Kalau tidak bisa wawancara di sini, boleh saya wawancara di mobil dinas Bapak, sambil menemani Bapak ke lokasi kebakaran?” Merayu dengan bahasa baik juga diperlukan untuk menarik hati sumber berita. Namun jika sumber menolak, jangan memaksa. Belajarlah dari pengalaman wartawan senior yang telah sukses mewawancarai sumber-sumber berita yang sulit ditembus oleh para jurnalis